Senin, 05 November 2012
Etika dan Tata Cara Penulisan Dalam Blog
Internet adalah sebuah jaringan komputer yang dibuat oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, pada awalnya internet hanya dipakai untuk keperluan militer Amerika Serikat dan pada mulanya hanya menghubungkan empat jaringan komputer saja. Mengikuti perkembangan teknologi dunia internet tidak lagi hanya digunakan pada keperluan militer saja karena saat ini internet dapat diakses oleh seluruh orang didunia, kebebasan dalam mengakses internet membuat orang memasukkan apapun seperti foto, video, tulisan, status dan lain sebagainya tetapi kebebasan tersebut tidak diimbangi dengan etika atau aturan-aturan yang harus dilakukan dalam mengakses suatu tulisan di media.
Banyak sekali orang yang terkena masalah karena tidak mengedepankan etika atau adab dalam melakukan penulisan dalam internet, seperti kasus Prita Mulyasari pada tahun 2009 yang awalnya hanya menyampaikan keluhan pelayanan pada suatu rumah sakit di blog pribadinya dan akhirnya berujung pada proses pengadilan dirinya di tahun yang sama dan kasus yang menyorot perhatian lainnya adalah banyak pesepak bola terkenal di dunia yang menuliskan kekesalannya di sebuah media sosial, akibat kata-kata yang dituliskannya kurang baik maka banyak pesebak bola tersebut harus membayar denda kepada pihak yang terkait.
Itulah sedikit kasus-kasus yang terjadi karena suatu penulisan yang kurang baik didalam media internet, diambil dari banyaknya kasus yang terjadi maka penulis akan menyampaikan beberapa etika atau adab dalam melakukan penulisan di dalam media internet. Berikut ini adalah beberapa etika yang harus diperhatikan:
* Biasakan mencantumkan sumber tulisan yang diambil pada tulisan anda
Pada dasarnya hal ini adalah suatu kesadaran moral sesorang untuk mencamtukan dasar dari sumber penulisan yang dibuat, karena jika tidak mencantumkan sumber maka sama saja disebut dengan plagiatisme. Suatu tulisan yang terdapat sumber berasal maka menandakan bahwa tulisan yang dibuat dapat dibuktikan kebenarannya dan akan meningkatkan kepercayaan para pembaca.
* Menggunakan Inisial beserta bukti otentik
Pada saat penulisan suatu kasus yang belum pasti kebenarannya, sebaiknya nama orang yang terkait dengan kasus tersebut diinisialkan. Dan saat menuliskan suatu kasus dalam suatu internet jangan lupa menyertakan bukti-bukti yang otentik seperti foto, link tulisan sumber atau berkas pendukung lainnya.
* Penentuan Kata Kunci (keyword) yang tepat sesuai tujuan tulisan
Sering kali orang menetukan kata kunci dari penulisannya tidak sesuai dengan tujuan penulisan itu dibuat, ini dilakukan biasanya hanya untuk meningkatkan rating blog reader agar blog tersebut lebih populer. Hal ini akan mengganggu atau bahkan membuang-buang waktun pembaca saja yang mungkin sedang mencari bahan tulisan sesuai kata kunci yang dicari. Maka dari itu buatlah kata kunci yang sesuai dengan tulisan yang anda buat.
* Tata cara menulis dengan baik, sopan dan sesuai dengan EYD.
Ini etika yang sangat penting dalam penulisan di suatu media internet, tata cara bahasa yang mengikuti EYD akan membuat tulisan kita akan dinilai baik dan jelas. Kesopanan juga hal sangat penting dalam melakukan penulisan jangan sampai tulisan yang kita buat akan mendatangkan masalah untuk diri kita sendiri.
* Menulis secara faktual (Sesuai dengan fakta yang ada)
Jika ingin menuliskan sesuatu dalam media internet pastikan bahwa kebenaranya sudah dipastikan atau sesuatu yang sudah menjadi fakta bukan berupa suatu isu yang penyebarannya dari mulut ke mulut.
* Tulisan berisi kondisi yang sebenarnya (apa adanya)
Dalam penulisan di internet sudah seharusnya menulis sesuai dengan apa yang terjadi, tidak boleh melebih-lebihkan suatu tulisan yang dapat merugikan bahkan menyakiti sesorang. Penulis juga harus mengusahakan untuk tidak berbohong agar kepercayaan para pembaca tidak menurun.
* Baca kebijakan Blog Provider secara saksama
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan sebaiknya sebelum membuat suatu tulisan dalam blog terlebih dahulu membaca kebijakan privasi blog provider secara seksama dan hati-hati. Karena kebijakan privasii tersebut berisi peraturan yang harus ditaati oleh pengguna atau user.
Sebenarnya masih banyak hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam menulis sesuatu dalam internet, jadilah seorang penulis yang baik dan tidak merugikan orang lain. Dan terakhir penulis akan mencantumkan hal-hal yang sangatdilarang dalam dunia internet.
1. Tulisan yang mengandung SARA ayang bertujuan untuk menghasut kelompok tertentu
2. Konten-konten yang mengandung pornografi baik yang bergerak atau pun tidak.
3. Tulisan yang berisi kata-kata yang kasar dan tidak baik atau tulisan yang bersikap menteror seseorang
4. Vandalisme yang dialkukan sengaja dan tidak bertanggung jawab
5. Merubah dokumen asli tanpa seijin pemiliknya
6. Mendukung peradaran software crack yang dapat diunduh bebas
sumber :
http://iambigsmart.wordpress.com/author/ku2hndud/
BLACKBERRY MESSENGER (BBM) PADA KALANGAN REMAJA
Dewasa ini, masyarakat sudah tidak diasingkan lagi oleh merk handphone Blackberry. Merek handphone satu ini mulai digemari masyarakat beberapa tahun terakhir ini, baik orang dewasa maupun remaja. Apakah yang membuat orang-orang sangat menginginkan handphone ini? Ternyata Blackberry mempunyai fitur tambahan yang hanya dimiliki oleh Blackberry saja, yaitu BBM (Blackberry Messenger).
BBM sama halnya dengan Facebook atau jejaring sosial, yang mampu mempertemukan setiap orang namun dalam lingkup Blackberry saja. Kini BBM sudah menjadi keseharian apalagi buat para remaja, tidak memiliki Blackberry tidak gaul katanya.
Remaja yang menggunakan fitur BBM ini, lebih akrab menyebut BBM-an (baca: be be emman) saat mereka mengobrol dengan sebayanya. Lewat kreatifitas yang dimiliki oleh remaja sekarang, BBM dipergunakan mereka untuk mengirim foto, ucapan hari raya, atau sekedar menanyakan kabar.
Meskipun Blackberry saat ini baru tersebar luas di kota-kota besar. Itu tidak menutup kemungkinan Blackberry akan masuk ke daerah pedesaan, walau kita sama-sama tahu Blackberry memiliki harga yang relatif mahal, beberapa tahun lagi harganya mulai bisa dicapai masyarakat biasa.
Blackberry yang notabene adalah salah satu tekhnologi komunikasi, tentu memiliki sisi positif dan negatifnya, apalagi tekhnologi komunikasi yang satu ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, khususnya remaja, lewat apa yang kita sebut BBM.
Melalui pemaparan saya diatas, kita bisa tahu sisi positifnya, mulai dari fungsinya sebagai jejaring sosial, sampai wadah untuk menampung kreatifitas. Sisi positif lainnya menurut saya adalah kita tidak akan ketinggalan jaman, bisa memperbnyak teman, dan yang terpenting kita tetap bisa mendapatkan informasi terbaru melalui berita-berita yang diBBM-kan.
Lalu apa sisi negatifnya untuk remaja sekarang? Menurut saya, orang tua akan direpotkan oleh remajanya, akibat tuntutan sang anak yang ingin sekali memiliki Blackberry. Apalagi teman sang anak hampir semuanya berkomunikasi dengan BBMan, disamping tak mau ketinggalan zaman, si anak pun akan merasa rugi tak memperoleh informasi dari teman-temannya. Padahal keuangan orang tua tidak mampu menjangkau harga Blackberry yang melambung itu.
Sisi negatif yang berikutnya, waktu belajar untuk remaja akan tersita, karena keseringan menatap layar handphone untuk BBMan. Terlalu asyik hingga lupa belajar, lupa mengerjakan tugas, dan akhirnya di sekolah prestasi menurun. Dan, mengingat harga Blackberry yang mahal, kejahatan perampokkan semakin terdorong, untuk mereka yang kurang hati-hati menyimpan Blackberyy mereka, tentu akan rugi.
Jadi, pentingkah memiliki Blackberry untuk BBMan bagi remaja?
berikan jawababn anda di koment blog ini !
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
SUMBER: http://susiloko.blogspot.com/2012/03/contoh-karangan-argumentasidemam-bbm.html
Selasa, 12 Juni 2012
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi. bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi.
1.Pendahuluan
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
2.Pembahasan
Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
- Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
- Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
- Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
(1) Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
(2) Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
(3) Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
(4) Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
(1) Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
(2) Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
(3) Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
(4) Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
(5) Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi :
(1) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
(2) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
(3) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Mediasi
Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1. Netral
2. Membantu para pihak
3. tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Tugas Mediator
1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Arbitrase
Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4. Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Kesimpulan
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Penyelesaian Sengketa dapat di selesaikan dengan cara yaitu :
1. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
2. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
3. Abritase yaitu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
Sumber: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/05/review-jurnal-penyelesaian-sengketa-ekonomi/, http://setiadi24.blogspot.com/2012/04/review-jurnal-penyelesaian-sengketa.html
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat 2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Azas dan Tujuan Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut : 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang dilarang Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian KetigaPenguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Bagian KeempatPersekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
4. Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. 2. Penetapan harga Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain : a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ; b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ; c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ; d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan. 3. Pembagian wilayah Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. 4. Pemboikotan Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 5. Kartel Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. 6. Trust Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa. 7. Oligopsoni Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas. 8. Integrasi vertikal Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung. 9. Perjanjian tertutup Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. 10. Perjanjian dengan pihak luar negeri Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut : 1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari: (a) Oligopoli (b) Penetapan harga (c) Pembagian wilayah (d) Pemboikotan (e) Kartel (f) Trust (g) Oligopsoni (h) Integrasi vertikal (i) Perjanjian tertutup (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri 2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Monopoli (b) Monopsoni (c) Penguasaan pasar (d) Persekongkolan 3. Posisi dominan, yang meliputi : (a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing (b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi (c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar (d) Jabatan rangkap (e) Pemilikan saham (f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49. Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan. Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana
Sumber :
- http://eghasyamgrint.wordpress.com/2011/05/29/pengertian-persaingan-usaha-tidak-sehat/
- http://fikaamalia.wordpress.com
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yg-dilarang-anti-monopoli/
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
- http://dave-simanjutak.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat 2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Azas dan Tujuan Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut : 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang dilarang Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian KetigaPenguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Bagian KeempatPersekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
4. Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. 2. Penetapan harga Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain : a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ; b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ; c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ; d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan. 3. Pembagian wilayah Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. 4. Pemboikotan Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 5. Kartel Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. 6. Trust Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa. 7. Oligopsoni Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas. 8. Integrasi vertikal Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung. 9. Perjanjian tertutup Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. 10. Perjanjian dengan pihak luar negeri Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut : 1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari: (a) Oligopoli (b) Penetapan harga (c) Pembagian wilayah (d) Pemboikotan (e) Kartel (f) Trust (g) Oligopsoni (h) Integrasi vertikal (i) Perjanjian tertutup (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri 2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Monopoli (b) Monopsoni (c) Penguasaan pasar (d) Persekongkolan 3. Posisi dominan, yang meliputi : (a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing (b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi (c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar (d) Jabatan rangkap (e) Pemilikan saham (f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49. Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan. Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana
Sumber :
- http://eghasyamgrint.wordpress.com/2011/05/29/pengertian-persaingan-usaha-tidak-sehat/
- http://fikaamalia.wordpress.com
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yg-dilarang-anti-monopoli/
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
- http://dave-simanjutak.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html
PERLINDUNGAN KONSUMEN
12
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1. Asas manfaat
Harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagikepentingan konsumen danpelaku secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk melaksanakan kewajiban dan haknya secara adil.
3. Asas keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan
Memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Baik pelaku maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan dari perlindungan konsumen adalah untuk meningkatan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumenuntu melindungi diri; mengangkat harkat dan martabat konsumen; meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akases untuk mendapat informasi; menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan kewajiban konsumen :
Hak konsumen
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
Hak untuk mendapatkan kompensasi , ganti rugi dan/atau pengganti apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak seseuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketntuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban konsumen
Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pamakaian, atau pemanfaatan barang da/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan knsumen secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha
Menerima pembayaran sesuai ddengan kesepakatan
Mendapat prlindungan hukum dari tindakan konsumen
Melakukan pembelaandiri dalam penyelesaian hukum sengketa dengan konsumen
Rehabilitasi nama baik jika terbuti secarahukum tidak merugikan konsumen
Hak-hak yang diatur dalam peundang-undangan lainnya
Kewajiban pelaku usaha
Beritikat baik
Melakukan informasi yang benar, jujur, dan jelas
Memperlakukan konsumen denngsn benar dan jujur serta tidak diskriminatif
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi atau di perdagangkan
Memberi kesempatan konsumen untuk mencoba barang dan/atau jasa
Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang di perdagangkan
Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai
Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/mempromosikan /mengiklankan, larangan dalam penjualan ssecara obral/lelang, dan larangan dalam ketentuanperilkanan.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdgangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi dengn pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi
Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim , dll.
SUMBER: http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/perlindungan-konsumen/
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi
Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
• Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
• Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
• Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
• 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
• Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
• Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
• 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
• Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
• Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
• 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
• Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
• Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
• Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
• Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
• Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hak Cipta (Copyrights)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
• Paten (Patent)
• Desain Industri (Industrial Design)
• Merek (Trademark)
• Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
• Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
• Rahasia dagang (Trade secret)
• Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
• Warganegara Indonesia
• Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
• Berijazah Sarjana S1
• Menguasai Bahasa Inggris
• Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
• Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Pada dasarnya ada 3 pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:
1) Pemerintah
2) Dunia Usaha
3) Pihak lain yang berkepentingan
Selain itu daftar perusahaan penting sebagai alat pembuktian yang sempurna atau otentik.
Dalam ketentuan Umum Undang – Undang No.3 tahun 1982 disebutkan bahwa :
Daftar Perusahaan adalah Daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang – undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU – WDP dan atau peraturan – peratuaran pelaksanannya , dan atau memuat hal – hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Perusahaan.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
A. Tujuan
Bertuujan mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam Daftar Perusahaan dalam Rangka menjamin kepastian berusaha.
B. Sifat
Bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dikantor pendaftaran Perusahaan.
C.Kewajiban
Setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
D.Pengecualian
Namun ada yang dikecualikan dari Wajib Daftar itu adalah:
1. setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan (PERJAN) seperti diatur dalam UU No.9 tahun 1969 lembaran negara 1969 No.40 joIndonesische Bedrijvenwet ( Staatsblad tahun 1927 No.419) sebagaimana setelah diubah dan ditambah.
2. Setiap Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan ijin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
Dasar Penyelenggaraan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP ditetapkan pada tanggal 16 Januari 1998 , yang merupakan pelaksanaan UU No.3 tahun 1982 tentang wajib Daftar perusahaan.
Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan penigkatkan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan , pemberian informasi, promosi, kegunaan pendataran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan , serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.
Perusahaan – Perusahaan yang tidak wajib mendaftar
Dalam keputusan Memperindag ini lebih lanjut diatur mengenai perusahaan yang dikecualikan dari WDP yaitu:
a. Perusahaan Kecil Perorangan
b. Perusahaan yang diurus, dijalankan,atau dikelola oleh pribadi milik sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarga sendiri.
c.Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki ijin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
d.Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau persekutuan.
Namun demikian perusahaan yang bersangkutan dapat didaftarkan dalam Daftar Perusahaan apabila perusahaan yang bersangkutan menghendakinya.
Selanjutnya diatur bahwa usaha atau kegiatan yang bergerak diluar bidang ekonomi atau sifat dan tujuannya tidak semata – mata mencari keuntungan dan atau laba, tidak dikenakan WDP ,yaitu:
a. Pendidikan formal( Jalur Sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun
b. Pendidikan Non Formal(Jalur Luar Sekolah)
c. Jasa Notaris
d.Jasa Pengacara
e. Praktek Perorangan Dokter dan Praktek berkelompok dokter.
f. Rumah Sakit
g. Klinik pengobatan
Penentuan usaha atau kegiatan lainnya yang tidak dikenakan WDP yang tercakup diatas, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Setelah mendengar pertimbangan Menteri yang membidangi usaha atau kegiatan bersangkutan.
Perusahaan yang wajib daftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan (termasuk Perusahaan Asing) yang berkependudukan dan menjalankan usahanya diwilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku(dan telah memiliki ijin), termasuk didalamnya kantor cabang, kantor pembantu,anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
Perusahaan – Perusahaan tersebut berbentuk:
a. Badan hukum, termasuk didalamnya koperasi
b. Persekutuan
c. Perorangan
d.Perusahaan lainnya
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
Sumber: http://vanezintania.wordpress.com/2011/03/27/dasar-hukum-wajib-daftar-perusahaan/, http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/wajib-daftar-perusahaan-9/
HUKUM DAGANG (KUHD)
A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
B. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)
b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.
C. KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG
1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain : pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.
2. Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :
a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)
b. Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.
c. Penggunaan surat-surat niaga
D. SEJARAH HUKUM DAGANG
Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.
Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
SUMBER: http://rizkiimaments.wordpress.com/2011/02/18/hukum-dagang-kuhd/
HUKUM PERJANJIAN
HUKUM PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
PERJANJIAN merupakan suatu “perbuatan”, yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Perjanjian juga bisa dibilang sebagai perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban, yaitu akibat-akibat hukum yang merupakan konsekwensinya. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi itu meliputi perbuatan-perbuatan:
Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran harga barang dalam perjanjian jual beli barang. Melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan. Tidak melakukan sesuatu, misalnya tidak bekerja di tempat lain selain perusahaan tempatnya bekerja dalam perjanjian kerja.
Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur. Dalam perjanjian jual beli mobil, sebagai penjual Gareng berhak memperoleh pembayaran uang harga mobil, dan disisi lain ia juga berkewajiban untuk menyerahkan mobilnya kepada Petruk. Sebaliknya, sebagai pembeli Petruk wajib membayar lunas harga mobil itu dan ia sekaligus berhak memperoleh mobilnya.
Selain orang-perorangan (manusia secara biologis), para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak – atau keduanya – dalam perjanjin. Kedua-duanya merupakan subyek hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak-pihak yang mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya – misalnya Direktur dalam Perseroan Terbatas – namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) sehingga menimbulkan kerugian pada hak pihak yang lain, maka pihak yang dirugikan itu dapat menuntut pemenuhan haknya yang dilanggar. Kalau Gareng sepakat untuk menjual mobilnya kepada Petruk, demikian juga Petruk sepakat untuk membeli mobil itu dari Gareng, maka keteledoran Petruk melakukan pembayaran harga mobil secara tepat waktu akan melanggar hak Gareng. Selain melanggar hak, keteledoran Petruk juga dapat merugikan Gareng karena Gareng tidak bisa menjual mobil itu ke pihak lain yang memiliki komitmen lebih tinggi – secara waktu Gareng telah dirugikan.
Tujuan perjanjian layaknya membuat undang-undang, yaitu mengatur hubungan hukum dan melahirkan seperangkat hak dan kewajiban. Bedanya, undang-undang mengatur masyarakat secara umum, sedangkan perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang memberikan kesepakatannya. Karena setiap orang dianggap melek hukum, maka terhadap semua undang-undang masyarakat telah dianggap mengetahuinya – sehingga bagi mereka yang melanggar, siapapun, tak ada alasan untuk lepas dari hukuman. Demikian pula perjanjian, bertujuan mengatur hubungan-hubungan hukum namun sifatnya privat, yaitu hanya para pihak yang menandatangani perjanjian itu saja yang terikat. Jika dalam pelaksanaannya menimbulkan sengketa, perjanjian itu dapat dihadirkan sebagai alat bukti di pengadilan guna menyelesaikan sengketa. Perjanjian membuktikan bahwa hubungan hukum para pihak merupakan sebuah fakta hukum, yang dengan fakta itu kesalahpahaman dalam sengketa dapat diluruskan – bagaimana seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggar.
Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan punya kekuatan mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat perjanjian akan membuat perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian terdiri dari:
Syarat Subyektif (Mengenai subyek atau para pihak)
Kata Sepakat
Kata sepakat berarti adanya titik temu (a meeting of the minds) diantara para pihak tentang kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam perjanjian jual beli mobil, Gareng punya kepentingan untuk menjual mobilnya karena ia membutuhkan uang. Sebaliknya, Petruk membeli mobil Gareng karena ia punya kepentingan memiliki kendaraan. Pertemuan kedua kepentingan itu akan mencapai titik keseimbangan dalam perjanjian.
Cakap
Cakap berarti dianggap mampu melakukan perbuatan hukum. Prinsipnya, semua orang berhak melakukan perbuatan hukum – setiap orang dapat membuat perjanjian – kecuali orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan orang-orang tertentu yang dilarang oleh undang-undang.
Syarat Obyektif (Mengenai obyek perjanjian)
Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan jelas, dapat ditentukan baik jenis maupun jumlahnya. Misalnya, Gareng menjual mobil Toyota Avanza Nomor Polisi B 1672 RI dengan harga Rp. 180.000.000 kepada Petruk. Obyek perjanjian tersebut jenisnya jelas, sebuah mobil dengan spesifikasi tertentu, dan begitupun harganya.
Suatu Sebab Yang Halal
Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum. Misalnya perjanjian perdagangan manusia atau senjata ilegal.
Tidak terpenuhinya syarat-syarat subyektif dan obyektif di atas dapat menyebabkan perjanjian menjadi tidak sah. Perjanjian yang tidak sah karena tidak terpenuhinya salah satu syarat subyektif akan mengakibatkan perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak. Maksudnya, salah satu pihak dapat menuntut pembatalan itu kepada hakim melalui pengadilan. Sebaliknya, apabila tidak sahnya perjanjian itu disebabkan karena tidak terpenuhinya syarat obyektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nul and void), yaitu secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian. Selain syarat sahnya perjanjian, suatu perjanjian juga baru akan mengikat para pihak jika dalam pembuatan dan pelaksanaannya memenuhi asas-asas perjanjian.
SUMBER: http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/pengertian-hukum-perjanjian/, http://legalakses.com/perjanjian/
HUKUM PERIKATAN
HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan ialah suatu peratuaran yang mengikat suatu badan atau perorangan untuk memenuhi hak dan kewajiban dalam suatu transaksi atau pun perjanjian.
Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.
Macam- macam Perikatan
Macam – macam hukum perikatan yang sering digunakan masyarakat..
1. Perikatan bersyarat, yaitu suatu perikatan yang timbul akibat dari perjanjian dengan ketentuan.
2. Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang dibatasi oleh ketetapan waktu dan akan selesai setelah masa waktu telah berlalu
3. Perikatan alternative, yaitu perikatan yang diambil berdasarkan hasil kesepakatan dari titik temu suatu perundingan.
4. Perikatan tanggung menanggung, yaitu perikatan berkaitan tentang kewajiban dan hak atas pertanggung jawaban.
5. Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan dengan ancaman hukuman
7. Perikatan wajar
Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHP ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
1. Karena pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Karena adanya pembaharuan hutang
4. Karena percampuran hutang
5. Karena adanya pertemuan hutang
6. Karena adanya pembebasan hutang
7. Karena musnahnya barang yang terhutang
8. Karena kebatalan atau pembatalan
9. Karena berlakunya syarat batal
10. 10.Karena lampau waktu
2.2 Pengertian Perjanjian
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHP. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
1. Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
3. Pengertian perjanjian terlalu luas
4. Tanpa menyebut tujuan
5. Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
• syarat ada persetuuan kehendak
• syarat kecakapan pihak- pihak
• ada hal tertentu
• ada kausa yang halal
SUMBER: http://hardi91.wordpress.com/2012/01/10/303/
Permasalahan dan Solusi dalam Bank Century Penjabaran Kasus Bank Century
Permasalahan dan Solusi dalam Bank Century
Penjabaran Kasus Bank Century
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena disebakan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun)
Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun untuk sementara tidak dapat dicairkan.
Kasus Bank Century sangat merugikan nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama. Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century. Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia perbankan Indonesia.
Solusi Kasus Bank Century
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain, manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis, yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.
Sumber: http://atikaa08.student.ipb.ac.id/2010/06/18/permasalahan-bank-century-dan-solusinya/
Minggu, 25 Maret 2012
TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (PERBANKAN DAN ASURANSI)
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN
A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT. Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta,patungan dengan asing atau bank asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti
pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah,
dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral,
dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,
pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.
“Berdasarkan PBI Pasal 1 angka 5 No.7/7/PBI/2005 Jo. No.
10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah transaksi keuangan
adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa
lembaga keuangan lain dan atau pihak ke tiga lainnya yang ditawarkan melalui
bank.”
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan
produk dan jasa yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa
sistem transaksi dari berbagai bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Hal ini bergantung pada produk perbankan masing-masing bank. Transaksi sangat
berhubungan erat dengan kontrak, menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang.
Hukum Perdata kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau
lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Dalam melakukan sebuah
kontrak dan transaksi harus sesuai dengan ketentuan syarat-syarat kontrak yang
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan, adanya suatu
hal tertentu, dan sesuatu yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang halal dan
tidak melanggar hukum.
Menurut Rachmadi Usman
Sistem Keuangan didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
sistem moneter dan diluar dari sistem moneter. Sistem moneter ini terdiri
dari otoritas moneter dan diluar otoritas moneter. Sistem moneter terdiri
dari otoritas moneter, yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan
uang primer dari bank-bank pencipta uang giral, sedang lembaga keuangan
lainnya termasuk dalam kelompok diluar sistem moneter.
Pendapat lainnya menurut Rachmadi Usman memberi cakupan daripada
sistem keuangan itu lebih luas dan jelas. Sistem keuangan adalah suatu sistem
yang terdiri dari :
a. Lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga intermediasi yang
menghubungkan unit yang surplus dan yang defisit dalam suatu ekonomi.
b. Instrumen-instrumen keuangan, dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
tersebut.
c. Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.
d. Jadi, dalam hal ini tampak bahwa selain bank sebagai lembaga keuangan
moneter, maka dapat juga sebagai lembaga yang mengeluarkan produk,
dan jasa lembaga keuangan itu sendiri untuk kepentingan nasabah.
Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu:
1. Taransaksi Tunai
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui
penggunaan mata uang.
2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan
finansial, yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.
Kelebihan sistem transaksi tunai ini adalah:
a. Setiap orang dapat datang dengan mata uang untuk membayar barang dan
jasa.
b. Kurangnya catatan keuangan menjadikannya sulit untuk menghubungkan
seseorang dengan aktifitas kejahatan atau dengan pembelian atau
penjualan barang atau jasa ilegal (bagi pihak yang melakukan tindak
pidana).
c. Pemasukan yang tidak dilaporkan sehingga tidak kena pajak.
d. Mata uang yang diterima kelihatannya sudah merupakan yang biasa dan
umum.
Kekurangan sistem transaksi tunai ini, adalah:
a. Dalam jumlah besar uang tunai mencurigakan dan menarik perhatian pada
siapapun yang mengambil atau bagi pihak yang menyimpannya.
b. Kurangnya catatan sehingga apabila dalam jumlah besar menjadikannya
sulit untuk mencegah dari pencurian.
c. Uang tunai dalam jumlah besar sulit ditangani dan dipindahkan.
Kelebihan transaksi usaha, adalah :
a. Terdapat suatu efisiensi dan keamanan yang lebih besar apabila transfer
dana tersebut.
b. Kehilangan akibat pencurian lebih dapat dikurangi.
c. Kesempatan dalam kegiatan usaha tersedia lebih besar seperti investasi
legal dalam real estate, properti dan sekuritas.
Kekurangan transaksi usaha ini, adalah :
a. Harus membayar pajak atas pemasukan yang dilaporkan.
b. Catatan-catatan transaksi usaha merupakan bahan pemeriksaan oleh pihak
berwenang.
c. Pemalsuan catatan transaksi usaha merupakan kejahatan yang merupakan
pembuktian adanya aktivitas kejahatan.
d. Transaksi usaha dapat diikuti sumber dan tujuan yang dapat mengarah
pada aktivitas kejahatan.
B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu
diketahui akan asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat
ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis
mupun tidak tertulis.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.
Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam :
1. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar
4. Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku II dan buku III mengenai
hukum jaminan dan perjanjian
5. UU tentang Perseroan Terbatas
6. UU tentang Pasar Modal
7. UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkitan Dengan Tanah.UU lain yng mengatur tentang hal itu.
C. Asas- Asas Hukum Perbankan.
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan
yang diubah. Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia
dalam melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha
bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan
nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat
yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang
diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang
disimpannya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan
pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah).
3. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan
bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU
perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia
bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank
dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang
Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksankan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas
kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain
adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya
prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat besedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
D. Para Pihak Dalam Transaksi perbankan
1. Pihak Nasabah
a. Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008
tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan
nasabah adalah Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian
nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,
yakni :
1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah :
a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada
suatu bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya
kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
Misalnya antara importir sebagai pembeli dengan eksportir diluar
negeri. Untuk transaksi semacam ini
d. Biasanya importir membuka letter of credit (L/C) pada suatu bank
demi kelancaran dan keamanan pembayaran.
Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat terwujud
dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :
1. Orang
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank
terbagi menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa.
Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau
nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa di peruntukkan orang
yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas
(working customer) untuk transfer dan lain sebagainya.
Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa
tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya.
Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.
Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya mewajibkan nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat besar jika dalam pemberian kredit dan/atau pembukaan rekening giro.
2. Badan Hukum
Nasabah berupa badan hukum, perlu diperhatikan aspek legalitas
badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang
berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum
perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah
sebagai berikut :
a. Badan hukum publik, seperti negara atau pemda.
b. Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas
terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemda.
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No.19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini
terdiri dari : Perusahaan persero, Perusahaan umum, dan
Perusahaan jawatan.
e. Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.
f. Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah
dengan UU No. 28 tahun 2004.
g. Badan Hukum Milik Negara (BUMN), diatur dalam PP No.
152 Tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.
h. Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun.
2.Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang Perbankan yang diubah
pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan hukum yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai
“Financial Intermediary”dengan usaha utama menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai
badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai
lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga
kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional
bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan
kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus
kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung
kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut
bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara,
yakni :
a. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan
daerah ; bukan melaksanakan misi pembangunan suatu
golongan apabila perseorangan, jadi perbankan Indonesia
diarahkan untuk menjadi agen pembangunan ( agent of
development ) ;
b. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional,
yakni :
1). Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak,
bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan
saja ; melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
tanpa kecuali.
2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan
pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perorangan,
melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat
Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang
diserasikan.
3). Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4). Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak,
artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan
nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang
atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus
mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh
masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip kehatihatian
(prudentian banking) dengan cara :
1). Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang
semakin mengglobal atau mendunia.
2). Menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang
yang produktif bukan konsumtif.
4). Peningkatkan perlindungan dana masyarakat yang
dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip
kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
Fungsi perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan
penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya
akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat
menjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karena itu dalam
menjalankan fungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada
tujuan perbankan Indonesia itu sendiri.
a. Jenis-jenis Bank
Bank merupakan sektor perekonomian yang sangat penting disetiap
negara. Secara umum tentulah dalam suatu negara terdapat berjenis-jenis
bank yang selalu melayani kepentingan nasabahnya.
Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dan dilihat dari fungsinya serta
kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank
tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya
perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang
berbeda tersebut. Dalam hal kegiatan ini dapatlah disebutkan
pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh bank Indonesia
tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank-bank
tersebut.
Secara teoretis jenis-jenis bank tersebut ditentukan dari :
1. Segi fungsi.
2. Segi kepemilikannya.
3. Segi penciptaan uang giral.
1. Dari segi Fungsi dibedakan atas 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak sebagai
bankers, bank pimpinan, penguasa moneter, mendorong dan
mengarahkan semua jenis bank yang ada.
b. Bank Umum ( Commercial Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi, baik pusat maupun daerah yang dalam pengumpulan
dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito
serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit
jangka pendek. Dikatakan sebagai bank umum karena bank tersebut
mendapatkan keuntungannya dari selisih bunga yang diterima dari
peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank pada deposito.
c. Bank Tabungan ( Saving Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan sedangkan usahanya
terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.
d. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik
negara, swasta, maupun koperasi baik pusat maupun daerah yang
dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka
menengah dan panjang dibidang pembangunan.
2. Dari segi Kepemilikannya, dikenal 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Milik Negara
b. Bank Milik Pemerintah Daerah
c. Bank Milik Swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
d. Bank Koperasi
3. Dari segi Penciptaan Uang Giral, dikenal 2 jenis bank, antara lain :
a. Bank Primer, yaitu bank yang dpat menciptakan uang giral, yang dapat
bertindak sebagai bank primer adalah bank umum.
b. Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uang
melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, bank ini hanya
bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Umumnya bank
yang bergerak pada bank sekunder adalah bank tabungan dan bank
pembangunan.
Apabila dilihat lebih lanjut dalam Undang-undang Perbankan yang ada di
Indonesia mulai dari Undang-undang pertama sampai undang-undang sekarang,
maka pembagian jenis-jenis bang dapat diperinci sebagai berikut :
a. Bank Sentral
b. Bank Umum
c. Bank Tabungan
d. Bank Pembangunan
e. Bank Lainnya
Dalam Pasal 5 Undang-undang Perbankan yang diubah.dikatakan menurut
jenisnya bank terdiri atas :
1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya bank umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum
dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah
bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak
ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan adanya pembagian jenis bank tersebut terjadilah spesialisasi yang
memungkinkan bank untuk lebih mengenal bidng usahanya, menunjang misi
pemerintah dalam mendorong perekonomian.
Dalam hal pelaksanaan sistem perbankan, haruslah dilakukan secara
universal, yakni lewat pertahanan terhadap peranan perbankan sebagai agen
pembangunan.
E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank.
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa
perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu :
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik
masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank
dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang
muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro,
dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk
peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus
disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan
yang lain.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya.
Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi,
atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank
terdiri dari dua bentuk yaitu :
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual
a. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan
nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua
nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non
debitur-non deposan.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual
kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank,
yaitu :
1. Sebagai hubungan bank dan nasabah
2. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari
hanya sekedar hubungan debitur-kreditur
3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak
yang tersirat.
b. Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang
lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah
deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis
hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari hubungan
kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu :
1. Hubungan fidusia
2. Hubungan konfidensial
3. Hubungan bailor-bailee
4. Hubungan principal-agent
5. Hubungan mortgagor-mortgagee
6. Hubungan trustee-beneficiary
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan
policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi accountnya pihak
nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh
bank.
Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan
nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai
“pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada
formulir-formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank.
Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau kuas
pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam
formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan
transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut
pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa
kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan
kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya.
Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada
berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.
CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN
Saat ini seiring perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologiserta arus globalisasi yang membuat dunia kejahatan pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali kejahatan baru bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan cyber crime, drugstrafficking,terrorism,danlainnya. Dunia internasional pun di buat kesulitan dalam memberantas kejahatan-kejahatan yang menunjukan kemajuan signifikan. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat internasional untuk melakukan tindakan preventif dan bahkan represif untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan itu. Hal ini di sinyalir bahwa kejahatan-kejahatan itu telah menembus dimensi dan bahkan batas-batas Negara kemudian timbulah beberapa tipologi kejahatan yang dianggap luar biasa, sepertikorupsi,terorisme,danpencucianuang. Namun pada saat sekarang ini dunia internasional dikejutkan dengan maraknya tindak pidana pencucian uang dan bahkan kejahatan ini merupakan salah satu delik ekonomi yang bisa menembus batas-batas Negara dan dimensi internasional melalui system perbankan. Kejahatan ini dikenal dengan istilah money laundry dimana kejahatan ini adalah suatu kejahatan dengan upaya untuk mencuci uang yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana agar dijadikan uang yang sah melalui sektor perbankan. Kejahatan inilah yang menyerang system perbankan dalam tatanan perekonomian, tentu saja hal ini menimbulkan suatu dampak yang buruk bagi system perbankan.
Seiring dengan keterangan diatas, berikut ini merupakan permasalahan-permasalahan yang timbul dan akan di bahas dalam makalah ini yaitu :
1.Bagaimana sejarah perkembangan praktik kejahatan pencucian uang atau money loundring ?
2.Apakah yang menjadi objek money loundring dan apa pula tujuan dari kejahatan ini ?
3.Bagaimanakah tahap-tahap proses atau mekanisme kejahatan pencucian uang ?
4. Beberapa bentuk modus operandi money loundring ?
I.Sejarah Perkembangan Praktek Pencucian Uang.
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan sebutan money loundring sekarang telah menjadi pembahasan oleh khalayak. Saat ini bahkan banyak sekali literatur yang menerangkan tentang kejahatan ini terutama buku yang berkaitan dengan kriminologi. Permasalahan mengenai money laundry telah menjadi topik dan buah bibir tersendiri oleh masyarakat duniainternasional. Hal ini dikarenakan kejahatan ini telah menembus ruang dan batas-batas Negara.Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta dalam menikmati hasil uang haram ini dan pihak-pihak tersebut pula yang mengatur operasi kejahatan.Istilah pencucian uang atau money loundring ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketka seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika Serikat. Al Capone adalah seorang penjahat terkenal Amerika Serikat masa lalu, ia melakukan money laundry terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money loundring. Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses kejahatan lain yang berpa cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan pelacuran.Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar. Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan pelacuran turut meramaikan perkembangan money loundring pada dekade 1980-an ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci bersih.Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk menyembunyikan asal usul uang haram ini. Dengan adanya globalisasi perbankan maka dana hasil kejahatan ini bergerak menembus batas yurisdiksi suatu Negara dengan menembus factor kerahasian bank yang dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme inilah dana dari kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum punya system hukum yang kuat untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini atau karena suatu Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat seperti Negara Swiss.
II. Objek Money Loundring dan Tujuan dari Kejahatan Pencucian uang ini.
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari hasil kekayaan dan kegiatan yang sah. Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa money loundring itu dimulai dari adanya uang haram atau uang kotor (dirty money) dan jelaslah bahwa tindak pidana pencucian uang ini bertujuan untuk menyembunyikan asal-muasal uang haram tersebut. Uang haram itu diperoleh dari suatu sector usaha yang juga haram atau illegal seperti usaha pelacuran bahkan pengedaran narkotika.Saat ini banyak sekali cara pengoperasian untuk memperoleh dirty money, apalagi pada zaman saat ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya. Perkembangan teknologi dan arus global yang makin kencang ini diiringi dengan kemajuan dalam dunia kejahatan. Kemudian tipologi kejahatan bermunculan dan mulai menyerang segala aspek kehidupan masyarakat salah satunya berimplikasi terhadap sector perbankan dengan menembus dimensi dan batas-batas perekonomian dunia. Dengan adanya berbagai macam bentuk kejahatan yang timbul karena globalisasi, maka hal itu menunjukan adanya suatu kalsifikasi kejahatan yang menjadi sumber dari uang haram itu. Hal ini sesuai dengan pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003), tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikoropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan pencurian.Pencucian uang ini kemudian dikenal sebagai organizated crime dan tentu saja hal ini menimbulkan kerugian, bahkan jumlah terakhir dari data bank dunia uang haram yang tercatat sebagai pencucian uang adalah US 1.500.000.000.000 /tahun. Dengan nominal yang sebesar itu tentu saja menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi system perekonomian dunia.
III. Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang.
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu sebagai berikut.
Placement
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam system keuangan berarti uang itu telah juga masuk kedalam system keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu uang yang telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam system keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi juga telah masuk ke dalam system keuangan global atau internasional. Jadi placement (penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam system keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut.
a. Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kredit/pembiayaan.
b. Menyetorkan uang pda bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
c.Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.
d. Membiayai suatu usaha yang seola-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e. Membeli barang-barang berharga yang bernila tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pmbayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa keuangan lain.Dengan placement ini merupakan fase pertama dari proses pencucian uang haram ini adalah memindahkan uang haram dari sumber asal uang itu untuk menghindarkan jejaknya agar sumber uang itu tidak diketahui oleh penegak hukum. Metode yang terpenting dari placement ini adalah apa yang disebut smurfing. Dengan smurfing ini, keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan peundangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.
Layering
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber uang haram tersebut, misalnya bearer bonds, forex
market, stocks. Disamping cara tersebut, langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin account dari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara. Upaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau usaha audit sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang legal.
Integration
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan/links ke dalam bisnis haram sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada tulisan yang menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry yang merupakan gabungan antara repatriation dan integration.
IV.Beberapa Modus Operandi Pencucian Uang.
Dengan memperhatikan tahap-tahap proses money laundry maka dapat dikatakan bahwa modus operasi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain :
Melalui Kerjasama Modal
Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa keluar negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project). Keuntungan investasi ini akan di investasikan kembali dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.
Melalui Agunan Kredit
Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss misalnya dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke Negara asal uang haram tadi.
Melalui Perjalanan Luar Negeri
Uang tunai ditansfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan di bawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri
Dengan uang tersebut didirikan perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang bersih.
Melalui Penyamaran Perjudian
Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian dimana pelaku akan dibuat menang , sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Andai di Indonesia masih ada SDSB, Nalo atau Lotre dan lain-lain yang sejenisnya, maka pemilik uang ditawarkan nomor perjudian yang menang, sehingga menjelaskan bahwa uang itu adalah hasil dari hasil itu.
Melalui Penyamaran Dokumen
Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaanya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.
Melalui Pinjaman Luar Negeri
Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan ke dalam negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan dapat bantuan pinjaman kredit dari luar negeri.
Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Uang tidak kemana-mana hanya di buat rekayasa bahwa ada dokumen yang seakan-akan ada bantuan pinjaman luar negeri. Jadi memang tidak ada pihak yang memberikan pinjaman yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.
ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Hukum Asuransi
• Pengaturan Asuransi
1. KUHPerdata
2. KUHD (Ps. 246 s/d 308)
3. UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
4. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
5. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
6. KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.
• Pengertian Asuransi
Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (Ps 1 UU No. 2/1992).
• Tiga hal dalam Asuransi
1. Penanggung: pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga terlaksana.
2. Tertanggung: pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung.
3. Suatu peristiwa belum tentu akan terjadi (evenement)
• Unsur-unsur Psl 246 KUHD
1. Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
2. Adanya peristiwa tak tentu
3. Adanya kerugian
• Perbedaan Asuransi dg Perjudian
1. Thd perjudian/pertaruhan UU tdk memberikan akibat hukum. Dari perjudian yg timbul adlh naturlijke verbintenis, sdgkan dari asuransi timbul suatu perikatan sempurna.
2. Kepentingan dalam asuransi adalah karena adanya peristiwa tak tentu itu utk tdk terjadi, di luar/sebelum ditutup perjanjian. Sdgkan perjudian kepentingan atas peristiwa tdk tentu itu baru ada pd kedua belah pihak dengan diadakannya perjudian/perj pertaruhan.
• Syarat Syahnya Perj. Asuransi
Diatur dalam Psl 1320 KUHPdt
Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), yakni tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan menjadi batal.
• Saat terjadinya Perj. Asuransi
Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yang disebut Polis (Psl 255 ayat (1) jo 258 (1) KUHD)
Pembuktian adanya kata sepakat – polis belum ada pembuktian dilakukan dengan segala catatan, nota, surat perhitungan, telegram.
Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus– harus tertulis dalam polis, jika janji-janji/syarat-syarat khusus tidak tercantum dalam polis maka janji-jani tersebut dianggap tidak ada (batal).
• Polis sebagai Bukti Tertulis
Isi Polis (kecuali asuransi jiwa)/Psl 256 KUHD:
1. Hari pembuatan perjanjian asuransi
2. Nama tertanggung, utk diri sendiri atau utk org ketiga.
3. Uraian yg jelas mengenai benda obyek asuransi
4. Jumlah yg dipertanggungkan.
5. Bahaya2 yg ditanggung oleh penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung.
7. Premi asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg diperjanjikan antara pihak-pihak.
Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih dahulu (sebelumnya), dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUHD).
• Jenis-jenis Polis
a) Polis maskapai
b) Polis bursa (Amsterdam & Rotterdam)
c) Polis Lloyds
d) Polis perjalanan (voyage policy)
e) Polis waktu (time policy)
• Klausula dlm Polis
a) Klausula Premier Risque
b) Klausula All Risk (kecuali 276 & 249 KUHD).
c) Klausula sudah mengetahui
d) Klausula renuntiatie (renunciation)
e) Klausula from Particular Average (FPA)
f) Klausula with Particular Average (WPA)
• Asuransi utk Pihak Ketiga
Harus dinyatakan dg tegas dlm polis, jika tidak tertanggung dianggap telah diadakan utk dirinya sendiri.
Cara mengadakan asuransi pihak ke 3:
1. Pemberian kuasa umum (general autorization)
2. Pemberian kuasa khusus (Special autorization)
3. Tanpa Kuasa (without autorization)
• Kewajiban Pemberitahuan dari Tertanggung
Syarat syahnya pertanggungan/asuransi
Setiap pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung walaupun dengan itikad baik, sehingg seandainya penanggung setelah dia mengetahui keadaan sebenarnya benda itu dia tidak akan mengadakan asuransi, atau dengan syarat-syarat yang demikian itu, mengakibtkan batalnya asuransi.
• Pembatasan Tanggung Jawab Penanggung (Eksonerasi)
a) Cacat sendiri pada benda pertanggungan
b) Kesalahan tetanggung sendiri
c) Eksonerasi karena pemberatan risiko
• Obyek Asuransi
Benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilai
• Pembagian Jenis Asuransi
1. Asuransi Kerugian
2. Asuransi Jumlah (sejumlah uang)
3. Asuransi Campuran
• Jenis Asuransi Menurut Psl 247 KUHD antara lain:
1. Asuransi terhadap bahaya kebakaran.
2. Asuransi terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni.
3. Asuransi jiwa.
4. Asuransi terhadap bahaya di laut.
5. Asuransi pengangkutan darat & perairan darat.
• Prinsip-Prinsip dlm Asuransi
1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena peristiwa tidak tertentu.
2. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith)
3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)
4. Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle)
5. Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle)
6. Prinsip Kontribusi
7. Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bagi re-asuransi.
• Perbedaan Asuransi Kerugian dan Asuransi Jumlah
1. Para pihak
2. Hal yang dipertanggungkan
3. Prestasi penanggung
4. Kepentingan
5. Asas indemnitas
6. Evenemen (peristiwa tidak menentu)
• Jenis Usaha Perasuransian
1. Usaha Asuransi Kerugian, jasa dalam penanggulangan risisko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hak kepad apihak ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
2. Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup/matinya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
• Jenis Usaha Penunjang Asuransi
1. Usaha Pialang Asuransi.
2. Usaha Pialang Reasuransi.
3. Usaha Penilaian Kerugian Asuransi.
4. Usaha Konsultan Aktuaria.
5. Usaha Agen Asuransi.
• Bentuk Hukum Usaha Asuransi
1. Perusahaan Perseroan (Persero).
2. Koperasi.
3. Perseroan Terbatas.
4. Usaha Bersama (Mutual)
• Pembinaan & Pengawasan Usaha Perasuransian meliputi:
1. Kesehatan Keuangan (batas tingkat solvabilitas, retensi sendiri, reasuransi, investasi, cadangan teknis dan ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
2. Penyelenggaraan usaha asuransi (syarat2 Polis, tingkat premi, penyelesaian klaim, persyaratan kehlian di bidang persuransian, ktt-an lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan usaha.
• Kejahatan Perasuransian
1. Menjalankan usaha perasuransian tanpa ijin
2. Penggelapan premi asuransi
3. Penggelapan kekayaan perusahaan asuransi
4. Penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, pengagun kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan
5. Pemalsuan dokumen perusahaan asuransi
6. Tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama nama badan hukum/bukan BH.
• Kepailitan & Likuidasi Perusahaan Asuransi
1. Menteri Keuangan dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan ybs dinyatakan pailit.
2. Hak pemegang Polis atas pembagian harta perusahaan asuransi yang dilikuidasi merupakan hak utama.
• Tuntutan Keperdataan
Terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan UU No. 2 Th 1992 dan peraturan pelaksanaannya sehingga merugikan pihak lain dimungkinkan untuk dituntut secara perdata supaya mengganti kerugian.
CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK(STUDI KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT. Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama berselang peristiwa berikutnya terjadi terjadi pada bulan Desember 2007, ketika itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak. Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut .Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut liability.
Sumber:
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung:PT: citra Aditya Bakti, 1999),hlm 14.
TB. Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,(Bandung:MQS Publishing &AYYCCS Group,2006),hlm 61-62
Muhammad Djumhan. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000. hlm 5
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra Aditya Bakti,2000), hlm 32-33
Try Widyono, Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan Deposito. Bandung : PT. citra Aditya Bakti, 1995. Hal 32 Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,(Bandung:Ghalia Indonesia, 2006),hlm 24-27
http://vaniaputrirahmanto.blogspot.com
http://universitassumaterautara.ac.id
A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT. Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta,patungan dengan asing atau bank asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti
pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah,
dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral,
dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,
pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.
“Berdasarkan PBI Pasal 1 angka 5 No.7/7/PBI/2005 Jo. No.
10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah transaksi keuangan
adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa
lembaga keuangan lain dan atau pihak ke tiga lainnya yang ditawarkan melalui
bank.”
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan
produk dan jasa yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa
sistem transaksi dari berbagai bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Hal ini bergantung pada produk perbankan masing-masing bank. Transaksi sangat
berhubungan erat dengan kontrak, menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang.
Hukum Perdata kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau
lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Dalam melakukan sebuah
kontrak dan transaksi harus sesuai dengan ketentuan syarat-syarat kontrak yang
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan, adanya suatu
hal tertentu, dan sesuatu yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang halal dan
tidak melanggar hukum.
Menurut Rachmadi Usman
Sistem Keuangan didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
sistem moneter dan diluar dari sistem moneter. Sistem moneter ini terdiri
dari otoritas moneter dan diluar otoritas moneter. Sistem moneter terdiri
dari otoritas moneter, yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan
uang primer dari bank-bank pencipta uang giral, sedang lembaga keuangan
lainnya termasuk dalam kelompok diluar sistem moneter.
Pendapat lainnya menurut Rachmadi Usman memberi cakupan daripada
sistem keuangan itu lebih luas dan jelas. Sistem keuangan adalah suatu sistem
yang terdiri dari :
a. Lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga intermediasi yang
menghubungkan unit yang surplus dan yang defisit dalam suatu ekonomi.
b. Instrumen-instrumen keuangan, dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
tersebut.
c. Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.
d. Jadi, dalam hal ini tampak bahwa selain bank sebagai lembaga keuangan
moneter, maka dapat juga sebagai lembaga yang mengeluarkan produk,
dan jasa lembaga keuangan itu sendiri untuk kepentingan nasabah.
Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu:
1. Taransaksi Tunai
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui
penggunaan mata uang.
2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan
finansial, yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.
Kelebihan sistem transaksi tunai ini adalah:
a. Setiap orang dapat datang dengan mata uang untuk membayar barang dan
jasa.
b. Kurangnya catatan keuangan menjadikannya sulit untuk menghubungkan
seseorang dengan aktifitas kejahatan atau dengan pembelian atau
penjualan barang atau jasa ilegal (bagi pihak yang melakukan tindak
pidana).
c. Pemasukan yang tidak dilaporkan sehingga tidak kena pajak.
d. Mata uang yang diterima kelihatannya sudah merupakan yang biasa dan
umum.
Kekurangan sistem transaksi tunai ini, adalah:
a. Dalam jumlah besar uang tunai mencurigakan dan menarik perhatian pada
siapapun yang mengambil atau bagi pihak yang menyimpannya.
b. Kurangnya catatan sehingga apabila dalam jumlah besar menjadikannya
sulit untuk mencegah dari pencurian.
c. Uang tunai dalam jumlah besar sulit ditangani dan dipindahkan.
Kelebihan transaksi usaha, adalah :
a. Terdapat suatu efisiensi dan keamanan yang lebih besar apabila transfer
dana tersebut.
b. Kehilangan akibat pencurian lebih dapat dikurangi.
c. Kesempatan dalam kegiatan usaha tersedia lebih besar seperti investasi
legal dalam real estate, properti dan sekuritas.
Kekurangan transaksi usaha ini, adalah :
a. Harus membayar pajak atas pemasukan yang dilaporkan.
b. Catatan-catatan transaksi usaha merupakan bahan pemeriksaan oleh pihak
berwenang.
c. Pemalsuan catatan transaksi usaha merupakan kejahatan yang merupakan
pembuktian adanya aktivitas kejahatan.
d. Transaksi usaha dapat diikuti sumber dan tujuan yang dapat mengarah
pada aktivitas kejahatan.
B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu
diketahui akan asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat
ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis
mupun tidak tertulis.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.
Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam :
1. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar
4. Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku II dan buku III mengenai
hukum jaminan dan perjanjian
5. UU tentang Perseroan Terbatas
6. UU tentang Pasar Modal
7. UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkitan Dengan Tanah.UU lain yng mengatur tentang hal itu.
C. Asas- Asas Hukum Perbankan.
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan
yang diubah. Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia
dalam melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha
bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan
nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat
yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang
diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang
disimpannya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan
pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah).
3. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan
bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU
perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia
bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank
dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang
Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksankan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas
kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain
adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya
prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat besedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
D. Para Pihak Dalam Transaksi perbankan
1. Pihak Nasabah
a. Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008
tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan
nasabah adalah Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian
nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,
yakni :
1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah :
a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada
suatu bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya
kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
Misalnya antara importir sebagai pembeli dengan eksportir diluar
negeri. Untuk transaksi semacam ini
d. Biasanya importir membuka letter of credit (L/C) pada suatu bank
demi kelancaran dan keamanan pembayaran.
Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat terwujud
dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :
1. Orang
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank
terbagi menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa.
Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau
nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa di peruntukkan orang
yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas
(working customer) untuk transfer dan lain sebagainya.
Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa
tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya.
Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.
Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya mewajibkan nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat besar jika dalam pemberian kredit dan/atau pembukaan rekening giro.
2. Badan Hukum
Nasabah berupa badan hukum, perlu diperhatikan aspek legalitas
badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang
berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum
perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah
sebagai berikut :
a. Badan hukum publik, seperti negara atau pemda.
b. Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas
terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemda.
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No.19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini
terdiri dari : Perusahaan persero, Perusahaan umum, dan
Perusahaan jawatan.
e. Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.
f. Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah
dengan UU No. 28 tahun 2004.
g. Badan Hukum Milik Negara (BUMN), diatur dalam PP No.
152 Tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.
h. Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun.
2.Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang Perbankan yang diubah
pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan hukum yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai
“Financial Intermediary”dengan usaha utama menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai
badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai
lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga
kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional
bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan
kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus
kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung
kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut
bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara,
yakni :
a. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan
daerah ; bukan melaksanakan misi pembangunan suatu
golongan apabila perseorangan, jadi perbankan Indonesia
diarahkan untuk menjadi agen pembangunan ( agent of
development ) ;
b. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional,
yakni :
1). Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak,
bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan
saja ; melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
tanpa kecuali.
2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan
pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perorangan,
melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat
Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang
diserasikan.
3). Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4). Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak,
artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan
nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang
atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus
mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh
masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip kehatihatian
(prudentian banking) dengan cara :
1). Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang
semakin mengglobal atau mendunia.
2). Menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang
yang produktif bukan konsumtif.
4). Peningkatkan perlindungan dana masyarakat yang
dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip
kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
Fungsi perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan
penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya
akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat
menjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karena itu dalam
menjalankan fungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada
tujuan perbankan Indonesia itu sendiri.
a. Jenis-jenis Bank
Bank merupakan sektor perekonomian yang sangat penting disetiap
negara. Secara umum tentulah dalam suatu negara terdapat berjenis-jenis
bank yang selalu melayani kepentingan nasabahnya.
Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dan dilihat dari fungsinya serta
kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank
tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya
perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang
berbeda tersebut. Dalam hal kegiatan ini dapatlah disebutkan
pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh bank Indonesia
tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank-bank
tersebut.
Secara teoretis jenis-jenis bank tersebut ditentukan dari :
1. Segi fungsi.
2. Segi kepemilikannya.
3. Segi penciptaan uang giral.
1. Dari segi Fungsi dibedakan atas 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak sebagai
bankers, bank pimpinan, penguasa moneter, mendorong dan
mengarahkan semua jenis bank yang ada.
b. Bank Umum ( Commercial Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi, baik pusat maupun daerah yang dalam pengumpulan
dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito
serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit
jangka pendek. Dikatakan sebagai bank umum karena bank tersebut
mendapatkan keuntungannya dari selisih bunga yang diterima dari
peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank pada deposito.
c. Bank Tabungan ( Saving Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan sedangkan usahanya
terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.
d. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik
negara, swasta, maupun koperasi baik pusat maupun daerah yang
dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka
menengah dan panjang dibidang pembangunan.
2. Dari segi Kepemilikannya, dikenal 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Milik Negara
b. Bank Milik Pemerintah Daerah
c. Bank Milik Swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
d. Bank Koperasi
3. Dari segi Penciptaan Uang Giral, dikenal 2 jenis bank, antara lain :
a. Bank Primer, yaitu bank yang dpat menciptakan uang giral, yang dapat
bertindak sebagai bank primer adalah bank umum.
b. Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uang
melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, bank ini hanya
bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Umumnya bank
yang bergerak pada bank sekunder adalah bank tabungan dan bank
pembangunan.
Apabila dilihat lebih lanjut dalam Undang-undang Perbankan yang ada di
Indonesia mulai dari Undang-undang pertama sampai undang-undang sekarang,
maka pembagian jenis-jenis bang dapat diperinci sebagai berikut :
a. Bank Sentral
b. Bank Umum
c. Bank Tabungan
d. Bank Pembangunan
e. Bank Lainnya
Dalam Pasal 5 Undang-undang Perbankan yang diubah.dikatakan menurut
jenisnya bank terdiri atas :
1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya bank umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum
dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah
bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak
ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan adanya pembagian jenis bank tersebut terjadilah spesialisasi yang
memungkinkan bank untuk lebih mengenal bidng usahanya, menunjang misi
pemerintah dalam mendorong perekonomian.
Dalam hal pelaksanaan sistem perbankan, haruslah dilakukan secara
universal, yakni lewat pertahanan terhadap peranan perbankan sebagai agen
pembangunan.
E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank.
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa
perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu :
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik
masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank
dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang
muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro,
dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk
peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus
disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan
yang lain.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya.
Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi,
atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank
terdiri dari dua bentuk yaitu :
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual
a. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan
nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua
nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non
debitur-non deposan.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual
kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank,
yaitu :
1. Sebagai hubungan bank dan nasabah
2. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari
hanya sekedar hubungan debitur-kreditur
3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak
yang tersirat.
b. Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang
lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah
deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis
hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari hubungan
kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu :
1. Hubungan fidusia
2. Hubungan konfidensial
3. Hubungan bailor-bailee
4. Hubungan principal-agent
5. Hubungan mortgagor-mortgagee
6. Hubungan trustee-beneficiary
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan
policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi accountnya pihak
nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh
bank.
Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan
nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai
“pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada
formulir-formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank.
Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau kuas
pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam
formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan
transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut
pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa
kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan
kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya.
Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada
berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.
CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN
Saat ini seiring perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologiserta arus globalisasi yang membuat dunia kejahatan pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali kejahatan baru bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan cyber crime, drugstrafficking,terrorism,danlainnya. Dunia internasional pun di buat kesulitan dalam memberantas kejahatan-kejahatan yang menunjukan kemajuan signifikan. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat internasional untuk melakukan tindakan preventif dan bahkan represif untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan itu. Hal ini di sinyalir bahwa kejahatan-kejahatan itu telah menembus dimensi dan bahkan batas-batas Negara kemudian timbulah beberapa tipologi kejahatan yang dianggap luar biasa, sepertikorupsi,terorisme,danpencucianuang. Namun pada saat sekarang ini dunia internasional dikejutkan dengan maraknya tindak pidana pencucian uang dan bahkan kejahatan ini merupakan salah satu delik ekonomi yang bisa menembus batas-batas Negara dan dimensi internasional melalui system perbankan. Kejahatan ini dikenal dengan istilah money laundry dimana kejahatan ini adalah suatu kejahatan dengan upaya untuk mencuci uang yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana agar dijadikan uang yang sah melalui sektor perbankan. Kejahatan inilah yang menyerang system perbankan dalam tatanan perekonomian, tentu saja hal ini menimbulkan suatu dampak yang buruk bagi system perbankan.
Seiring dengan keterangan diatas, berikut ini merupakan permasalahan-permasalahan yang timbul dan akan di bahas dalam makalah ini yaitu :
1.Bagaimana sejarah perkembangan praktik kejahatan pencucian uang atau money loundring ?
2.Apakah yang menjadi objek money loundring dan apa pula tujuan dari kejahatan ini ?
3.Bagaimanakah tahap-tahap proses atau mekanisme kejahatan pencucian uang ?
4. Beberapa bentuk modus operandi money loundring ?
I.Sejarah Perkembangan Praktek Pencucian Uang.
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan sebutan money loundring sekarang telah menjadi pembahasan oleh khalayak. Saat ini bahkan banyak sekali literatur yang menerangkan tentang kejahatan ini terutama buku yang berkaitan dengan kriminologi. Permasalahan mengenai money laundry telah menjadi topik dan buah bibir tersendiri oleh masyarakat duniainternasional. Hal ini dikarenakan kejahatan ini telah menembus ruang dan batas-batas Negara.Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta dalam menikmati hasil uang haram ini dan pihak-pihak tersebut pula yang mengatur operasi kejahatan.Istilah pencucian uang atau money loundring ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketka seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika Serikat. Al Capone adalah seorang penjahat terkenal Amerika Serikat masa lalu, ia melakukan money laundry terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money loundring. Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses kejahatan lain yang berpa cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan pelacuran.Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar. Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan pelacuran turut meramaikan perkembangan money loundring pada dekade 1980-an ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci bersih.Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk menyembunyikan asal usul uang haram ini. Dengan adanya globalisasi perbankan maka dana hasil kejahatan ini bergerak menembus batas yurisdiksi suatu Negara dengan menembus factor kerahasian bank yang dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme inilah dana dari kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum punya system hukum yang kuat untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini atau karena suatu Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat seperti Negara Swiss.
II. Objek Money Loundring dan Tujuan dari Kejahatan Pencucian uang ini.
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari hasil kekayaan dan kegiatan yang sah. Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa money loundring itu dimulai dari adanya uang haram atau uang kotor (dirty money) dan jelaslah bahwa tindak pidana pencucian uang ini bertujuan untuk menyembunyikan asal-muasal uang haram tersebut. Uang haram itu diperoleh dari suatu sector usaha yang juga haram atau illegal seperti usaha pelacuran bahkan pengedaran narkotika.Saat ini banyak sekali cara pengoperasian untuk memperoleh dirty money, apalagi pada zaman saat ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya. Perkembangan teknologi dan arus global yang makin kencang ini diiringi dengan kemajuan dalam dunia kejahatan. Kemudian tipologi kejahatan bermunculan dan mulai menyerang segala aspek kehidupan masyarakat salah satunya berimplikasi terhadap sector perbankan dengan menembus dimensi dan batas-batas perekonomian dunia. Dengan adanya berbagai macam bentuk kejahatan yang timbul karena globalisasi, maka hal itu menunjukan adanya suatu kalsifikasi kejahatan yang menjadi sumber dari uang haram itu. Hal ini sesuai dengan pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003), tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikoropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan pencurian.Pencucian uang ini kemudian dikenal sebagai organizated crime dan tentu saja hal ini menimbulkan kerugian, bahkan jumlah terakhir dari data bank dunia uang haram yang tercatat sebagai pencucian uang adalah US 1.500.000.000.000 /tahun. Dengan nominal yang sebesar itu tentu saja menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi system perekonomian dunia.
III. Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang.
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu sebagai berikut.
Placement
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam system keuangan berarti uang itu telah juga masuk kedalam system keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu uang yang telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam system keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi juga telah masuk ke dalam system keuangan global atau internasional. Jadi placement (penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam system keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut.
a. Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kredit/pembiayaan.
b. Menyetorkan uang pda bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
c.Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.
d. Membiayai suatu usaha yang seola-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e. Membeli barang-barang berharga yang bernila tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pmbayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa keuangan lain.Dengan placement ini merupakan fase pertama dari proses pencucian uang haram ini adalah memindahkan uang haram dari sumber asal uang itu untuk menghindarkan jejaknya agar sumber uang itu tidak diketahui oleh penegak hukum. Metode yang terpenting dari placement ini adalah apa yang disebut smurfing. Dengan smurfing ini, keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan peundangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.
Layering
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber uang haram tersebut, misalnya bearer bonds, forex
market, stocks. Disamping cara tersebut, langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin account dari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara. Upaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau usaha audit sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang legal.
Integration
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan/links ke dalam bisnis haram sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada tulisan yang menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry yang merupakan gabungan antara repatriation dan integration.
IV.Beberapa Modus Operandi Pencucian Uang.
Dengan memperhatikan tahap-tahap proses money laundry maka dapat dikatakan bahwa modus operasi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain :
Melalui Kerjasama Modal
Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa keluar negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project). Keuntungan investasi ini akan di investasikan kembali dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.
Melalui Agunan Kredit
Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss misalnya dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke Negara asal uang haram tadi.
Melalui Perjalanan Luar Negeri
Uang tunai ditansfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan di bawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri
Dengan uang tersebut didirikan perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang bersih.
Melalui Penyamaran Perjudian
Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian dimana pelaku akan dibuat menang , sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Andai di Indonesia masih ada SDSB, Nalo atau Lotre dan lain-lain yang sejenisnya, maka pemilik uang ditawarkan nomor perjudian yang menang, sehingga menjelaskan bahwa uang itu adalah hasil dari hasil itu.
Melalui Penyamaran Dokumen
Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaanya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.
Melalui Pinjaman Luar Negeri
Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan ke dalam negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan dapat bantuan pinjaman kredit dari luar negeri.
Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Uang tidak kemana-mana hanya di buat rekayasa bahwa ada dokumen yang seakan-akan ada bantuan pinjaman luar negeri. Jadi memang tidak ada pihak yang memberikan pinjaman yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.
ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Hukum Asuransi
• Pengaturan Asuransi
1. KUHPerdata
2. KUHD (Ps. 246 s/d 308)
3. UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
4. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
5. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
6. KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.
• Pengertian Asuransi
Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (Ps 1 UU No. 2/1992).
• Tiga hal dalam Asuransi
1. Penanggung: pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga terlaksana.
2. Tertanggung: pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung.
3. Suatu peristiwa belum tentu akan terjadi (evenement)
• Unsur-unsur Psl 246 KUHD
1. Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
2. Adanya peristiwa tak tentu
3. Adanya kerugian
• Perbedaan Asuransi dg Perjudian
1. Thd perjudian/pertaruhan UU tdk memberikan akibat hukum. Dari perjudian yg timbul adlh naturlijke verbintenis, sdgkan dari asuransi timbul suatu perikatan sempurna.
2. Kepentingan dalam asuransi adalah karena adanya peristiwa tak tentu itu utk tdk terjadi, di luar/sebelum ditutup perjanjian. Sdgkan perjudian kepentingan atas peristiwa tdk tentu itu baru ada pd kedua belah pihak dengan diadakannya perjudian/perj pertaruhan.
• Syarat Syahnya Perj. Asuransi
Diatur dalam Psl 1320 KUHPdt
Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), yakni tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan menjadi batal.
• Saat terjadinya Perj. Asuransi
Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yang disebut Polis (Psl 255 ayat (1) jo 258 (1) KUHD)
Pembuktian adanya kata sepakat – polis belum ada pembuktian dilakukan dengan segala catatan, nota, surat perhitungan, telegram.
Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus– harus tertulis dalam polis, jika janji-janji/syarat-syarat khusus tidak tercantum dalam polis maka janji-jani tersebut dianggap tidak ada (batal).
• Polis sebagai Bukti Tertulis
Isi Polis (kecuali asuransi jiwa)/Psl 256 KUHD:
1. Hari pembuatan perjanjian asuransi
2. Nama tertanggung, utk diri sendiri atau utk org ketiga.
3. Uraian yg jelas mengenai benda obyek asuransi
4. Jumlah yg dipertanggungkan.
5. Bahaya2 yg ditanggung oleh penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung.
7. Premi asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg diperjanjikan antara pihak-pihak.
Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih dahulu (sebelumnya), dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUHD).
• Jenis-jenis Polis
a) Polis maskapai
b) Polis bursa (Amsterdam & Rotterdam)
c) Polis Lloyds
d) Polis perjalanan (voyage policy)
e) Polis waktu (time policy)
• Klausula dlm Polis
a) Klausula Premier Risque
b) Klausula All Risk (kecuali 276 & 249 KUHD).
c) Klausula sudah mengetahui
d) Klausula renuntiatie (renunciation)
e) Klausula from Particular Average (FPA)
f) Klausula with Particular Average (WPA)
• Asuransi utk Pihak Ketiga
Harus dinyatakan dg tegas dlm polis, jika tidak tertanggung dianggap telah diadakan utk dirinya sendiri.
Cara mengadakan asuransi pihak ke 3:
1. Pemberian kuasa umum (general autorization)
2. Pemberian kuasa khusus (Special autorization)
3. Tanpa Kuasa (without autorization)
• Kewajiban Pemberitahuan dari Tertanggung
Syarat syahnya pertanggungan/asuransi
Setiap pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung walaupun dengan itikad baik, sehingg seandainya penanggung setelah dia mengetahui keadaan sebenarnya benda itu dia tidak akan mengadakan asuransi, atau dengan syarat-syarat yang demikian itu, mengakibtkan batalnya asuransi.
• Pembatasan Tanggung Jawab Penanggung (Eksonerasi)
a) Cacat sendiri pada benda pertanggungan
b) Kesalahan tetanggung sendiri
c) Eksonerasi karena pemberatan risiko
• Obyek Asuransi
Benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilai
• Pembagian Jenis Asuransi
1. Asuransi Kerugian
2. Asuransi Jumlah (sejumlah uang)
3. Asuransi Campuran
• Jenis Asuransi Menurut Psl 247 KUHD antara lain:
1. Asuransi terhadap bahaya kebakaran.
2. Asuransi terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni.
3. Asuransi jiwa.
4. Asuransi terhadap bahaya di laut.
5. Asuransi pengangkutan darat & perairan darat.
• Prinsip-Prinsip dlm Asuransi
1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena peristiwa tidak tertentu.
2. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith)
3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)
4. Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle)
5. Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle)
6. Prinsip Kontribusi
7. Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bagi re-asuransi.
• Perbedaan Asuransi Kerugian dan Asuransi Jumlah
1. Para pihak
2. Hal yang dipertanggungkan
3. Prestasi penanggung
4. Kepentingan
5. Asas indemnitas
6. Evenemen (peristiwa tidak menentu)
• Jenis Usaha Perasuransian
1. Usaha Asuransi Kerugian, jasa dalam penanggulangan risisko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hak kepad apihak ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
2. Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup/matinya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
• Jenis Usaha Penunjang Asuransi
1. Usaha Pialang Asuransi.
2. Usaha Pialang Reasuransi.
3. Usaha Penilaian Kerugian Asuransi.
4. Usaha Konsultan Aktuaria.
5. Usaha Agen Asuransi.
• Bentuk Hukum Usaha Asuransi
1. Perusahaan Perseroan (Persero).
2. Koperasi.
3. Perseroan Terbatas.
4. Usaha Bersama (Mutual)
• Pembinaan & Pengawasan Usaha Perasuransian meliputi:
1. Kesehatan Keuangan (batas tingkat solvabilitas, retensi sendiri, reasuransi, investasi, cadangan teknis dan ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
2. Penyelenggaraan usaha asuransi (syarat2 Polis, tingkat premi, penyelesaian klaim, persyaratan kehlian di bidang persuransian, ktt-an lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan usaha.
• Kejahatan Perasuransian
1. Menjalankan usaha perasuransian tanpa ijin
2. Penggelapan premi asuransi
3. Penggelapan kekayaan perusahaan asuransi
4. Penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, pengagun kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan
5. Pemalsuan dokumen perusahaan asuransi
6. Tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama nama badan hukum/bukan BH.
• Kepailitan & Likuidasi Perusahaan Asuransi
1. Menteri Keuangan dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan ybs dinyatakan pailit.
2. Hak pemegang Polis atas pembagian harta perusahaan asuransi yang dilikuidasi merupakan hak utama.
• Tuntutan Keperdataan
Terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan UU No. 2 Th 1992 dan peraturan pelaksanaannya sehingga merugikan pihak lain dimungkinkan untuk dituntut secara perdata supaya mengganti kerugian.
CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK(STUDI KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT. Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama berselang peristiwa berikutnya terjadi terjadi pada bulan Desember 2007, ketika itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak. Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut .Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut liability.
Sumber:
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung:PT: citra Aditya Bakti, 1999),hlm 14.
TB. Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,(Bandung:MQS Publishing &AYYCCS Group,2006),hlm 61-62
Muhammad Djumhan. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000. hlm 5
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra Aditya Bakti,2000), hlm 32-33
Try Widyono, Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan Deposito. Bandung : PT. citra Aditya Bakti, 1995. Hal 32 Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,(Bandung:Ghalia Indonesia, 2006),hlm 24-27
http://vaniaputrirahmanto.blogspot.com
http://universitassumaterautara.ac.id
Langganan:
Postingan (Atom)