Minggu, 25 Maret 2012

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (PERBANKAN DAN ASURANSI)

ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN

A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT. Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta,patungan dengan asing atau bank asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti
pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah,
dan lain-lain.

4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral,
dan lain-lain.

5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,
pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.

“Berdasarkan PBI Pasal 1 angka 5 No.7/7/PBI/2005 Jo. No.
10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah transaksi keuangan
adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa
lembaga keuangan lain dan atau pihak ke tiga lainnya yang ditawarkan melalui
bank.”
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan
produk dan jasa yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa
sistem transaksi dari berbagai bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Hal ini bergantung pada produk perbankan masing-masing bank. Transaksi sangat
berhubungan erat dengan kontrak, menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang.

Hukum Perdata kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau
lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Dalam melakukan sebuah
kontrak dan transaksi harus sesuai dengan ketentuan syarat-syarat kontrak yang
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan, adanya suatu
hal tertentu, dan sesuatu yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang halal dan
tidak melanggar hukum.

Menurut Rachmadi Usman
Sistem Keuangan didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
sistem moneter dan diluar dari sistem moneter. Sistem moneter ini terdiri
dari otoritas moneter dan diluar otoritas moneter. Sistem moneter terdiri
dari otoritas moneter, yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan
uang primer dari bank-bank pencipta uang giral, sedang lembaga keuangan
lainnya termasuk dalam kelompok diluar sistem moneter.
Pendapat lainnya menurut Rachmadi Usman memberi cakupan daripada
sistem keuangan itu lebih luas dan jelas. Sistem keuangan adalah suatu sistem
yang terdiri dari :

a. Lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga intermediasi yang
menghubungkan unit yang surplus dan yang defisit dalam suatu ekonomi.
b. Instrumen-instrumen keuangan, dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
tersebut.
c. Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.
d. Jadi, dalam hal ini tampak bahwa selain bank sebagai lembaga keuangan
moneter, maka dapat juga sebagai lembaga yang mengeluarkan produk,
dan jasa lembaga keuangan itu sendiri untuk kepentingan nasabah.

Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu:

1. Taransaksi Tunai
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui
penggunaan mata uang.
2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan
finansial, yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.
Kelebihan sistem transaksi tunai ini adalah:
a. Setiap orang dapat datang dengan mata uang untuk membayar barang dan
jasa.
b. Kurangnya catatan keuangan menjadikannya sulit untuk menghubungkan
seseorang dengan aktifitas kejahatan atau dengan pembelian atau
penjualan barang atau jasa ilegal (bagi pihak yang melakukan tindak
pidana).
c. Pemasukan yang tidak dilaporkan sehingga tidak kena pajak.
d. Mata uang yang diterima kelihatannya sudah merupakan yang biasa dan
umum.
Kekurangan sistem transaksi tunai ini, adalah:
a. Dalam jumlah besar uang tunai mencurigakan dan menarik perhatian pada
siapapun yang mengambil atau bagi pihak yang menyimpannya.
b. Kurangnya catatan sehingga apabila dalam jumlah besar menjadikannya
sulit untuk mencegah dari pencurian.
c. Uang tunai dalam jumlah besar sulit ditangani dan dipindahkan.

Kelebihan transaksi usaha, adalah :
a. Terdapat suatu efisiensi dan keamanan yang lebih besar apabila transfer
dana tersebut.
b. Kehilangan akibat pencurian lebih dapat dikurangi.
c. Kesempatan dalam kegiatan usaha tersedia lebih besar seperti investasi
legal dalam real estate, properti dan sekuritas.

Kekurangan transaksi usaha ini, adalah :
a. Harus membayar pajak atas pemasukan yang dilaporkan.
b. Catatan-catatan transaksi usaha merupakan bahan pemeriksaan oleh pihak
berwenang.
c. Pemalsuan catatan transaksi usaha merupakan kejahatan yang merupakan
pembuktian adanya aktivitas kejahatan.
d. Transaksi usaha dapat diikuti sumber dan tujuan yang dapat mengarah
pada aktivitas kejahatan.

B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu
diketahui akan asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat
ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis
mupun tidak tertulis.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.

Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam :
1. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar
4. Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku II dan buku III mengenai
hukum jaminan dan perjanjian
5. UU tentang Perseroan Terbatas
6. UU tentang Pasar Modal
7. UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkitan Dengan Tanah.UU lain yng mengatur tentang hal itu.


C. Asas- Asas Hukum Perbankan.
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan
yang diubah. Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia
dalam melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha
bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan
nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat
yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang
diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang
disimpannya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan
pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah).
3. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan
bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU
perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia
bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank
dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang
Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksankan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas
kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain
adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya
prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat besedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

D. Para Pihak Dalam Transaksi perbankan
1. Pihak Nasabah

a. Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008
tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan
nasabah adalah Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian
nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,
yakni :
1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah :
a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada
suatu bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya
kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
Misalnya antara importir sebagai pembeli dengan eksportir diluar
negeri. Untuk transaksi semacam ini
d. Biasanya importir membuka letter of credit (L/C) pada suatu bank
demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat terwujud
dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :

1. Orang
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank
terbagi menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa.
Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau
nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa di peruntukkan orang
yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas
(working customer) untuk transfer dan lain sebagainya.
Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa
tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya.
Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.
Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya mewajibkan nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat besar jika dalam pemberian kredit dan/atau pembukaan rekening giro.
2. Badan Hukum
Nasabah berupa badan hukum, perlu diperhatikan aspek legalitas
badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang
berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum
perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah
sebagai berikut :
a. Badan hukum publik, seperti negara atau pemda.
b. Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas
terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemda.
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No.19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini
terdiri dari : Perusahaan persero, Perusahaan umum, dan
Perusahaan jawatan.
e. Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.
f. Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah
dengan UU No. 28 tahun 2004.
g. Badan Hukum Milik Negara (BUMN), diatur dalam PP No.
152 Tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.
h. Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun.

2.Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang Perbankan yang diubah
pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan hukum yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai
“Financial Intermediary”dengan usaha utama menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai
badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai
lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga
kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional
bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan
kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus
kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung
kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut
bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara,
yakni :
a. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan
daerah ; bukan melaksanakan misi pembangunan suatu
golongan apabila perseorangan, jadi perbankan Indonesia
diarahkan untuk menjadi agen pembangunan ( agent of
development ) ;
b. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional,
yakni :
1). Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak,
bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan
saja ; melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
tanpa kecuali.
2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan
pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perorangan,
melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat
Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang
diserasikan.
3). Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4). Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak,
artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan
nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang
atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus
mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh
masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip kehatihatian
(prudentian banking) dengan cara :
1). Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang
semakin mengglobal atau mendunia.
2). Menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang
yang produktif bukan konsumtif.
4). Peningkatkan perlindungan dana masyarakat yang
dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip
kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
Fungsi perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan
penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya
akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat
menjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karena itu dalam
menjalankan fungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada
tujuan perbankan Indonesia itu sendiri.
a. Jenis-jenis Bank
Bank merupakan sektor perekonomian yang sangat penting disetiap
negara. Secara umum tentulah dalam suatu negara terdapat berjenis-jenis
bank yang selalu melayani kepentingan nasabahnya.
Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dan dilihat dari fungsinya serta
kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank
tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya
perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang
berbeda tersebut. Dalam hal kegiatan ini dapatlah disebutkan
pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh bank Indonesia
tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank-bank
tersebut.
Secara teoretis jenis-jenis bank tersebut ditentukan dari :
1. Segi fungsi.
2. Segi kepemilikannya.
3. Segi penciptaan uang giral.

1. Dari segi Fungsi dibedakan atas 4 jenis bank, antara lain :

a. Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak sebagai
bankers, bank pimpinan, penguasa moneter, mendorong dan
mengarahkan semua jenis bank yang ada.
b. Bank Umum ( Commercial Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi, baik pusat maupun daerah yang dalam pengumpulan
dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito
serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit
jangka pendek. Dikatakan sebagai bank umum karena bank tersebut
mendapatkan keuntungannya dari selisih bunga yang diterima dari
peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank pada deposito.
c. Bank Tabungan ( Saving Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan sedangkan usahanya
terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.
d. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik
negara, swasta, maupun koperasi baik pusat maupun daerah yang
dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka
menengah dan panjang dibidang pembangunan.
2. Dari segi Kepemilikannya, dikenal 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Milik Negara
b. Bank Milik Pemerintah Daerah
c. Bank Milik Swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
d. Bank Koperasi
3. Dari segi Penciptaan Uang Giral, dikenal 2 jenis bank, antara lain :
a. Bank Primer, yaitu bank yang dpat menciptakan uang giral, yang dapat
bertindak sebagai bank primer adalah bank umum.
b. Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uang
melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, bank ini hanya
bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Umumnya bank
yang bergerak pada bank sekunder adalah bank tabungan dan bank
pembangunan.

Apabila dilihat lebih lanjut dalam Undang-undang Perbankan yang ada di
Indonesia mulai dari Undang-undang pertama sampai undang-undang sekarang,
maka pembagian jenis-jenis bang dapat diperinci sebagai berikut :
a. Bank Sentral
b. Bank Umum
c. Bank Tabungan
d. Bank Pembangunan
e. Bank Lainnya
Dalam Pasal 5 Undang-undang Perbankan yang diubah.dikatakan menurut
jenisnya bank terdiri atas :

1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya bank umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum
dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah
bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak
ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan adanya pembagian jenis bank tersebut terjadilah spesialisasi yang
memungkinkan bank untuk lebih mengenal bidng usahanya, menunjang misi
pemerintah dalam mendorong perekonomian.
Dalam hal pelaksanaan sistem perbankan, haruslah dilakukan secara
universal, yakni lewat pertahanan terhadap peranan perbankan sebagai agen
pembangunan.



E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank.

Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa
perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu :

1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik
masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank
dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang
muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro,
dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk
peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus
disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan
yang lain.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya.
Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi,
atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank
terdiri dari dua bentuk yaitu :
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual
a. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan
nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua
nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non
debitur-non deposan.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual
kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank,
yaitu :
1. Sebagai hubungan bank dan nasabah
2. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari
hanya sekedar hubungan debitur-kreditur
3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak
yang tersirat.
b. Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang
lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah
deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis
hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari hubungan
kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu :
1. Hubungan fidusia
2. Hubungan konfidensial
3. Hubungan bailor-bailee
4. Hubungan principal-agent
5. Hubungan mortgagor-mortgagee
6. Hubungan trustee-beneficiary
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan
policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi accountnya pihak
nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh
bank.
Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan
nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai
“pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada
formulir-formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank.

Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau kuas
pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam
formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan
transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut
pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa
kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan
kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya.
Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada
berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.





CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN
Saat ini seiring perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologiserta arus globalisasi yang membuat dunia kejahatan pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali kejahatan baru bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan cyber crime, drugstrafficking,terrorism,danlainnya. Dunia internasional pun di buat kesulitan dalam memberantas kejahatan-kejahatan yang menunjukan kemajuan signifikan. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat internasional untuk melakukan tindakan preventif dan bahkan represif untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan itu. Hal ini di sinyalir bahwa kejahatan-kejahatan itu telah menembus dimensi dan bahkan batas-batas Negara kemudian timbulah beberapa tipologi kejahatan yang dianggap luar biasa, sepertikorupsi,terorisme,danpencucianuang. Namun pada saat sekarang ini dunia internasional dikejutkan dengan maraknya tindak pidana pencucian uang dan bahkan kejahatan ini merupakan salah satu delik ekonomi yang bisa menembus batas-batas Negara dan dimensi internasional melalui system perbankan. Kejahatan ini dikenal dengan istilah money laundry dimana kejahatan ini adalah suatu kejahatan dengan upaya untuk mencuci uang yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana agar dijadikan uang yang sah melalui sektor perbankan. Kejahatan inilah yang menyerang system perbankan dalam tatanan perekonomian, tentu saja hal ini menimbulkan suatu dampak yang buruk bagi system perbankan.
Seiring dengan keterangan diatas, berikut ini merupakan permasalahan-permasalahan yang timbul dan akan di bahas dalam makalah ini yaitu :
1.Bagaimana sejarah perkembangan praktik kejahatan pencucian uang atau money loundring ?
2.Apakah yang menjadi objek money loundring dan apa pula tujuan dari kejahatan ini ?
3.Bagaimanakah tahap-tahap proses atau mekanisme kejahatan pencucian uang ?
4. Beberapa bentuk modus operandi money loundring ?
I.Sejarah Perkembangan Praktek Pencucian Uang.
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan sebutan money loundring sekarang telah menjadi pembahasan oleh khalayak. Saat ini bahkan banyak sekali literatur yang menerangkan tentang kejahatan ini terutama buku yang berkaitan dengan kriminologi. Permasalahan mengenai money laundry telah menjadi topik dan buah bibir tersendiri oleh masyarakat duniainternasional. Hal ini dikarenakan kejahatan ini telah menembus ruang dan batas-batas Negara.Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta dalam menikmati hasil uang haram ini dan pihak-pihak tersebut pula yang mengatur operasi kejahatan.Istilah pencucian uang atau money loundring ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketka seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika Serikat. Al Capone adalah seorang penjahat terkenal Amerika Serikat masa lalu, ia melakukan money laundry terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money loundring. Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses kejahatan lain yang berpa cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan pelacuran.Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar. Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan pelacuran turut meramaikan perkembangan money loundring pada dekade 1980-an ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci bersih.Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk menyembunyikan asal usul uang haram ini. Dengan adanya globalisasi perbankan maka dana hasil kejahatan ini bergerak menembus batas yurisdiksi suatu Negara dengan menembus factor kerahasian bank yang dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme inilah dana dari kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum punya system hukum yang kuat untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini atau karena suatu Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat seperti Negara Swiss.
II. Objek Money Loundring dan Tujuan dari Kejahatan Pencucian uang ini.
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari hasil kekayaan dan kegiatan yang sah. Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa money loundring itu dimulai dari adanya uang haram atau uang kotor (dirty money) dan jelaslah bahwa tindak pidana pencucian uang ini bertujuan untuk menyembunyikan asal-muasal uang haram tersebut. Uang haram itu diperoleh dari suatu sector usaha yang juga haram atau illegal seperti usaha pelacuran bahkan pengedaran narkotika.Saat ini banyak sekali cara pengoperasian untuk memperoleh dirty money, apalagi pada zaman saat ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya. Perkembangan teknologi dan arus global yang makin kencang ini diiringi dengan kemajuan dalam dunia kejahatan. Kemudian tipologi kejahatan bermunculan dan mulai menyerang segala aspek kehidupan masyarakat salah satunya berimplikasi terhadap sector perbankan dengan menembus dimensi dan batas-batas perekonomian dunia. Dengan adanya berbagai macam bentuk kejahatan yang timbul karena globalisasi, maka hal itu menunjukan adanya suatu kalsifikasi kejahatan yang menjadi sumber dari uang haram itu. Hal ini sesuai dengan pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003), tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikoropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan pencurian.Pencucian uang ini kemudian dikenal sebagai organizated crime dan tentu saja hal ini menimbulkan kerugian, bahkan jumlah terakhir dari data bank dunia uang haram yang tercatat sebagai pencucian uang adalah US 1.500.000.000.000 /tahun. Dengan nominal yang sebesar itu tentu saja menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi system perekonomian dunia.
III. Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang.
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu sebagai berikut.
Placement
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam system keuangan berarti uang itu telah juga masuk kedalam system keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu uang yang telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam system keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi juga telah masuk ke dalam system keuangan global atau internasional. Jadi placement (penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam system keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut.
a. Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kredit/pembiayaan.
b. Menyetorkan uang pda bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
c.Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.
d. Membiayai suatu usaha yang seola-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e. Membeli barang-barang berharga yang bernila tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pmbayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa keuangan lain.Dengan placement ini merupakan fase pertama dari proses pencucian uang haram ini adalah memindahkan uang haram dari sumber asal uang itu untuk menghindarkan jejaknya agar sumber uang itu tidak diketahui oleh penegak hukum. Metode yang terpenting dari placement ini adalah apa yang disebut smurfing. Dengan smurfing ini, keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan peundangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.
Layering
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber uang haram tersebut, misalnya bearer bonds, forex
market, stocks. Disamping cara tersebut, langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin account dari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara. Upaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau usaha audit sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang legal.
Integration
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan/links ke dalam bisnis haram sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada tulisan yang menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry yang merupakan gabungan antara repatriation dan integration.
IV.Beberapa Modus Operandi Pencucian Uang.
Dengan memperhatikan tahap-tahap proses money laundry maka dapat dikatakan bahwa modus operasi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain :
Melalui Kerjasama Modal
Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa keluar negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal (joint venture project). Keuntungan investasi ini akan di investasikan kembali dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.
Melalui Agunan Kredit
Uang tunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss misalnya dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke Negara asal uang haram tadi.
Melalui Perjalanan Luar Negeri
Uang tunai ditansfer ke luar negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan di bawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri
Dengan uang tersebut didirikan perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang bersih.
Melalui Penyamaran Perjudian
Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian dimana pelaku akan dibuat menang , sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Andai di Indonesia masih ada SDSB, Nalo atau Lotre dan lain-lain yang sejenisnya, maka pemilik uang ditawarkan nomor perjudian yang menang, sehingga menjelaskan bahwa uang itu adalah hasil dari hasil itu.
Melalui Penyamaran Dokumen
Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaanya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang diada-adakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.
Melalui Pinjaman Luar Negeri
Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan ke dalam negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan dapat bantuan pinjaman kredit dari luar negeri.
Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Uang tidak kemana-mana hanya di buat rekayasa bahwa ada dokumen yang seakan-akan ada bantuan pinjaman luar negeri. Jadi memang tidak ada pihak yang memberikan pinjaman yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.







ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Hukum Asuransi
• Pengaturan Asuransi
1. KUHPerdata
2. KUHD (Ps. 246 s/d 308)
3. UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
4. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
5. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
6. KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.

• Pengertian Asuransi
Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (Ps 1 UU No. 2/1992).
• Tiga hal dalam Asuransi
1. Penanggung: pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga terlaksana.
2. Tertanggung: pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung.
3. Suatu peristiwa belum tentu akan terjadi (evenement)



• Unsur-unsur Psl 246 KUHD
1. Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
2. Adanya peristiwa tak tentu
3. Adanya kerugian
• Perbedaan Asuransi dg Perjudian
1. Thd perjudian/pertaruhan UU tdk memberikan akibat hukum. Dari perjudian yg timbul adlh naturlijke verbintenis, sdgkan dari asuransi timbul suatu perikatan sempurna.
2. Kepentingan dalam asuransi adalah karena adanya peristiwa tak tentu itu utk tdk terjadi, di luar/sebelum ditutup perjanjian. Sdgkan perjudian kepentingan atas peristiwa tdk tentu itu baru ada pd kedua belah pihak dengan diadakannya perjudian/perj pertaruhan.
• Syarat Syahnya Perj. Asuransi
Diatur dalam Psl 1320 KUHPdt
Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), yakni tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan menjadi batal.
• Saat terjadinya Perj. Asuransi
Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yang disebut Polis (Psl 255 ayat (1) jo 258 (1) KUHD)
Pembuktian adanya kata sepakat – polis belum ada pembuktian dilakukan dengan segala catatan, nota, surat perhitungan, telegram.
Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus– harus tertulis dalam polis, jika janji-janji/syarat-syarat khusus tidak tercantum dalam polis maka janji-jani tersebut dianggap tidak ada (batal).
• Polis sebagai Bukti Tertulis
Isi Polis (kecuali asuransi jiwa)/Psl 256 KUHD:

1. Hari pembuatan perjanjian asuransi
2. Nama tertanggung, utk diri sendiri atau utk org ketiga.
3. Uraian yg jelas mengenai benda obyek asuransi
4. Jumlah yg dipertanggungkan.
5. Bahaya2 yg ditanggung oleh penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung.
7. Premi asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg diperjanjikan antara pihak-pihak.
Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih dahulu (sebelumnya), dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUHD).
• Jenis-jenis Polis

a) Polis maskapai
b) Polis bursa (Amsterdam & Rotterdam)
c) Polis Lloyds
d) Polis perjalanan (voyage policy)
e) Polis waktu (time policy)

• Klausula dlm Polis

a) Klausula Premier Risque
b) Klausula All Risk (kecuali 276 & 249 KUHD).
c) Klausula sudah mengetahui
d) Klausula renuntiatie (renunciation)
e) Klausula from Particular Average (FPA)
f) Klausula with Particular Average (WPA)

• Asuransi utk Pihak Ketiga
Harus dinyatakan dg tegas dlm polis, jika tidak tertanggung dianggap telah diadakan utk dirinya sendiri.
Cara mengadakan asuransi pihak ke 3:
1. Pemberian kuasa umum (general autorization)
2. Pemberian kuasa khusus (Special autorization)
3. Tanpa Kuasa (without autorization)

• Kewajiban Pemberitahuan dari Tertanggung
Syarat syahnya pertanggungan/asuransi
Setiap pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung walaupun dengan itikad baik, sehingg seandainya penanggung setelah dia mengetahui keadaan sebenarnya benda itu dia tidak akan mengadakan asuransi, atau dengan syarat-syarat yang demikian itu, mengakibtkan batalnya asuransi.
• Pembatasan Tanggung Jawab Penanggung (Eksonerasi)
a) Cacat sendiri pada benda pertanggungan
b) Kesalahan tetanggung sendiri
c) Eksonerasi karena pemberatan risiko

• Obyek Asuransi
Benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilai
• Pembagian Jenis Asuransi
1. Asuransi Kerugian
2. Asuransi Jumlah (sejumlah uang)
3. Asuransi Campuran
• Jenis Asuransi Menurut Psl 247 KUHD antara lain:
1. Asuransi terhadap bahaya kebakaran.
2. Asuransi terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni.
3. Asuransi jiwa.
4. Asuransi terhadap bahaya di laut.
5. Asuransi pengangkutan darat & perairan darat.

• Prinsip-Prinsip dlm Asuransi
1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena peristiwa tidak tertentu.
2. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith)
3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)
4. Prinsip Subrograsi (Subrogration Principle)
5. Prinsip Sebab akibat (Causaliteit Principle)
6. Prinsip Kontribusi
7. Prinsip Follow the Fortunes, berlaku bagi re-asuransi.
• Perbedaan Asuransi Kerugian dan Asuransi Jumlah
1. Para pihak
2. Hal yang dipertanggungkan
3. Prestasi penanggung
4. Kepentingan
5. Asas indemnitas
6. Evenemen (peristiwa tidak menentu)
• Jenis Usaha Perasuransian
1. Usaha Asuransi Kerugian, jasa dalam penanggulangan risisko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hak kepad apihak ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
2. Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup/matinya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.


• Jenis Usaha Penunjang Asuransi
1. Usaha Pialang Asuransi.
2. Usaha Pialang Reasuransi.
3. Usaha Penilaian Kerugian Asuransi.
4. Usaha Konsultan Aktuaria.
5. Usaha Agen Asuransi.

• Bentuk Hukum Usaha Asuransi
1. Perusahaan Perseroan (Persero).
2. Koperasi.
3. Perseroan Terbatas.
4. Usaha Bersama (Mutual)

• Pembinaan & Pengawasan Usaha Perasuransian meliputi:
1. Kesehatan Keuangan (batas tingkat solvabilitas, retensi sendiri, reasuransi, investasi, cadangan teknis dan ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
2. Penyelenggaraan usaha asuransi (syarat2 Polis, tingkat premi, penyelesaian klaim, persyaratan kehlian di bidang persuransian, ktt-an lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan usaha.





• Kejahatan Perasuransian
1. Menjalankan usaha perasuransian tanpa ijin
2. Penggelapan premi asuransi
3. Penggelapan kekayaan perusahaan asuransi
4. Penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, pengagun kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan
5. Pemalsuan dokumen perusahaan asuransi
6. Tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama nama badan hukum/bukan BH.
• Kepailitan & Likuidasi Perusahaan Asuransi
1. Menteri Keuangan dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan ybs dinyatakan pailit.
2. Hak pemegang Polis atas pembagian harta perusahaan asuransi yang dilikuidasi merupakan hak utama.
• Tuntutan Keperdataan
Terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan UU No. 2 Th 1992 dan peraturan pelaksanaannya sehingga merugikan pihak lain dimungkinkan untuk dituntut secara perdata supaya mengganti kerugian.








CONTOH KASUS ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK(STUDI KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT. Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama berselang peristiwa berikutnya terjadi terjadi pada bulan Desember 2007, ketika itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak. Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut .Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut liability.

















Sumber:
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern (Bandung:PT: citra Aditya Bakti, 1999),hlm 14.
TB. Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,(Bandung:MQS Publishing &AYYCCS Group,2006),hlm 61-62
Muhammad Djumhan. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000. hlm 5
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra Aditya Bakti,2000), hlm 32-33
Try Widyono, Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk tabungan dan Deposito. Bandung : PT. citra Aditya Bakti, 1995. Hal 32 Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,(Bandung:Ghalia Indonesia, 2006),hlm 24-27
http://vaniaputrirahmanto.blogspot.com
http://universitassumaterautara.ac.id

2 komentar: